Opini
Minggu 15 Juni 2025 | 21:46 WIB
Laporan: Khotib
Tilang Elektronik Yang Tidak Pandang Bulu

Tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) menjadi sorotan publik setelah munculnya sejumlah kasus kendaraan prioritas seperti ambulans yang terkena tilang saat sedang menjalankan tugas darurat. ETLE adalah sistem penegakan hukum lalu lintas berbasis kamera dan sensor otomatis yang merekam pelanggaran lalu lintas secara real-time tanpa perlu kehadiran petugas di lapangan.
Pada awalnya, sistem ini digadang-gadang mampu mengurangi praktik pungutan liar serta meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam penindakan hukum di jalan raya. Namun, kenyataannya tidak sesederhana itu. Ketika sebuah ambulans yang sedang membawa pasien gawat darurat harus melanggar lampu merah demi keselamatan nyawa, sistem ETLE justru tetap merekam pelanggaran tersebut dan secara otomatis mengirimkan surat tilang. Kasus seperti ini memunculkan pertanyaan serius: seberapa canggih dan adil sistem ini sebenarnya?
Beberapa kasus terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, di mana ETLE sudah diterapkan secara luas. Kamera-kamera yang dipasang di persimpangan jalan strategis memang efektif mendeteksi pelanggaran lalu lintas. Namun, sistem ini belum mampu membedakan antara pelanggaran lalu lintas biasa dengan kondisi darurat yang memang memerlukan pengecualian, seperti kendaraan ambulans, pemadam kebakaran, atau kendaraan polisi dalam tugas.
Masalah ini mulai menjadi perhatian serius sejak 2023 dan terus berlanjut seiring peningkatan jumlah kamera ETLE di berbagai daerah. Banyak petugas medis mengeluhkan bahwa mereka harus menyampaikan pembelaan dan membuktikan bahwa mereka sedang menjalankan tugas darurat agar tilang bisa dibatalkan. Proses ini sering kali memakan waktu dan membebani pihak yang seharusnya diprioritaskan dalam lalu lintas.
Sistem ETLE bekerja secara mekanis tanpa mempertimbangkan konteks sosial atau situasi darurat. Kamera hanya merekam pelanggaran, lalu data tersebut diproses dan surat tilang dikirimkan ke pemilik kendaraan. Ketidakhadiran unsur kecerdasan buatan yang mampu mengenali dan memahami kondisi khusus ini membuat sistem terlihat kaku dan tidak manusiawi.
Walaupun ETLE memiliki sejumlah keunggulan, seperti mempercepat proses hukum dan mengurangi kontak langsung antara pelanggar dan petugas, kasus-kasus seperti ambulans ditilang justru mengindikasikan bahwa sistem ini belum siap secara menyeluruh. Pemerintah dan instansi terkait perlu melakukan evaluasi menyeluruh dan memperbarui sistem agar mampu mengenali kendaraan prioritas secara otomatis.
Integrasi dengan database kendaraan darurat, serta penerapan kecerdasan buatan yang bisa menganalisis konteks pelanggaran secara lebih fleksibel, adalah solusi yang layak dipertimbangkan. Selain itu, mekanisme pembelaan diri secara digital yang cepat dan mudah juga harus disediakan agar tidak menghambat kerja kemanusiaan yang mendesak.
Sebenarnya, tilang elektronik merupakan inovasi positif dalam penegakan hukum lalu lintas. Namun, untuk benar-benar efektif dan adil, sistem ini masih perlu banyak penyempurnaan. Tanpa itu, kepercayaan publik terhadap teknologi dalam penegakan hukum bisa melemah dan menimbulkan ketidakpuasan yang berkepanjangan.
By; Denisha Lintang Viviani, Mahasiswi Universitas Pamulang Prodi Teknik Infomratika
Comment