Opini
Selasa 10 Desember 2024 | 14:54 WIB
Laporan: Mu'adib Raulana
Krisis Literasi Keuangan Dalam Ruang Lingkup Manajemen Keuangan

Manajemen keuangan merupakan suatu proses langkah-langkah prosedur atau metode pada aktivitas keuangan yang penting dalam mengelola sumber daya keuangan untuk mencapai tujuan organisasi maupun individu dalam menciptakan keuangan yang sehat dan keberlanjutan. Tujuan manajemen keuangan adalah untuk menjaga kestabilan keuangan agar tetap berada di kondisi yang dapat dikendalikan dan dapat diatur serta meminimalkan berbagai macam risiko ataupun ancaman baik pada organisasi dan individu disaat ini dan masa mendatang. Misalnya, seorang pengusaha startup harus mengelola arus kas dengan cermat untuk membiayai pengembangan produk, membayar gaji karyawan, dan memastikan perusahaan tetap beroperasi. Sementara itu, seorang individu perlu membuat anggaran bulanan untuk mengatur pengeluaran dan menabung untuk tujuan jangka panjang seperti membeli rumah atau merencanakan pensiun yang berkualitas. Ruang lingkup manajemen keuangan sendiri mencakup berbagai aktivitas seperti perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, hingga pertanggungjawaban keuangan entitas.
Di era modern seperti sekarang, tantangan ekonomi semakin kompleks, dan efektivitas manajemen kuangan pada organisasi maupun individu menjadi sangat penting. Namun sangat disayangankan, rendahnya tingkat literasi keuangan dikalangan masyarakat khususnya Indonesia masih menjadi hambatan utama dalam mengoptimalkan manfaat dari praktik manajemen keuangan yang baik.
Berdasarkan hasil survei OJK mengenai Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2024 merilis bahwa indeks literasi keuangan Indonesia adalah sebesar 65,43% artinya dari 100 orang umur 15-79 tahun, hanya 65 orang yang terliterasi keuangan dengan baik (Weel Litrate). Lebih lanjut, indeks literasi konvensional Indonesia sebesar 65,08%, sedangkan indeks literasi syariah sebesar 39,11%. Dan indeks inklusi keuangan Indonesia sebesar 75,02% artinya dari 100 orang umur 15-79 tahun, hanya sebanyak 75 orang yang terinklusi keuangan. Lebih lanjut, indeks inklusi keuangan konvensional Indonesia sebesar 73,55% dan indeks literasi keuangan syariah sebesar 12,88%. Hal tersebut menunjukan bahwa banyak individu atau bahkan pelaku bisnis yang belum sepenuhnya memahami, mengelola, dan menggunakan informasi keuangan secara efektif.
Rendahnya literasi keuangan ditengah masyarakat menciptakan kesenjangan signifikan dalam implementasi manajemen keuangan yang optimal. Ketidakmampuan untuk memahami konsep keuangan dasar, seperti pengelolaan utang, pengalokasian aset, dan perencanaan investasi, dapat berujung pada pengambilan keputusan yang kurang bijak, seperti banyaknya orang terjebak dalam hutang kartu kredit yang menumpuk karena tidak memahami bunga yang tinggi dan cara melunasinya secara efektif ataupun cenderung salah dalam memilih produk investasi yang berisiko tinggi tanpa memahami profil risiko mereka. Oleh karena itu, literasi keuangan bukan hanya sekadar kebutuhan individu, tetapi juga merupakan fondasi bagi stabilitas keuangan organisasi dan ekonomi nasional.
Manajemen keuangan sendiri berperan sebagai penggerak utama dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan keuangan suatu organisasi dan individu dalam mencapai tujuan keuangan yang sehat dan berkelanjutan. Dalam konteks krisis literasi keuangan, manajemen keuangan berperan sebagai kompas yang memandu individu dan organisasi untuk mengambil keputusan finansial yang tepat. Misalnya, dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen keuangan yang baik, sebuah perusahaan dapat bertahan dalam masa krisis ekonomi dengan melakukan efisiensi biaya, mencari sumber pendanaan alternatif, dan mengelola risiko dengan lebih baik. Karena secara keseluruhan, peran dan fungsi manajemen keuangan akan semakin krusial dalam mengatasi krisis literasi keuangan. Meningkatkan literasi keuangan tidak hanya meningkatkan kemampuan individu dan organisasi dalam mengelola uang, tetapi juga memperkuat ketahanan ekonomi secara keseluruhan, terutama dalam menghadapi tantangan ekonomi yang semakin kompleks.
Untuk mengatasi krisis literasi keuangan, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Pemerintah dapat berperan lebih aktif dalam menyusun kurikulum pendidikan keuangan yang komprehensif dan mudah dipahami, serta memberikan sosialisasi kepada masyarakat luas. Lembaga keuangan juga perlu menyediakan produk dan layanan keuangan yang sederhana dan transparan, serta memberikan edukasi kepada nasabah. Selain itu, media massa dapat berkontribusi dengan menyajikan informasi keuangan yang akurat dan mudah dicerna oleh masyarakat. Dengan demikian, literasi keuangan masyarakat dapat ditingkatkan secara bertahap dan berkelanjutan.
Manajemen keuangan yang baik bukan hanya sekadar keterampilan pribadi, tetapi juga menjadi fondasi untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat secara luas. Setiap individu memiliki peran penting dalam menyebarkan pemahaman tentang pentingnya literasi keuangan. Melalui berbagi pengalaman, tips, dan pengetahuan, kita dapat menciptakan komunitas yang saling mendukung dalam mencapai tujuan finansial. Masyarakat yang memiliki pemahaman yang baik tentang keuangan cenderung membuat keputusan investasi yang lebih bijak, mendukung bisnis lokal, dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi. Selain itu, dengan mengelola keuangan dengan baik, masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidup mereka, mengurangi tingkat stres akibat masalah keuangan, dan mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan dengan lebih baik.
By; Anis Ismahwati, Azzahra Menik Rismayanti, Mu’adib Rulana,Siti Sarah, Wisnu Ardana Putra
(Penulis merupakan Mahasiswa S1 Prodi Akuntansi Universitas Pamulang)
Comment