Opini

Selasa 12 Oktober 2021 | 23:39 WIB

Laporan: Isfa Raizky

SISI LAIN FILM BAJAKAN

Isfa Raizky. Mahasiswi S1 Akuntansi Universitas Pamulang.

Pada era teknologi, saat ini, penggunaan internet sudah menjadi kebutuhan sehari-hari untuk mengakses aplikasi. Internet sendiri memiliki beberapa fungsi, salah satunya adalah sebagai media hiburan. Dalam mengisi waktu luang, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang menonton film kesukaan mereka bersama keluarga, teman, atau sendirian. Kemudahan dalam mengakses situs streaming film di situs resmi di internet seperti, Amazon, Netflix dll. Selain membawa dampak positif, kemajuan teknologi di bidang perfilman juga membawa dampak negatif, yaitu pembajakan film-film oleh oknum tidak bertanggung jawab. Film-film yang sudah memiliki hak cipta seharusnya dilindungi oleh undang-undang hak cipta. Akan tetapi sampai saat ini kasus pembajakan film-film yang berhak cipta masih marak dilakukan tanpa memedulikan hak cipta itu sendiri. Para pelaku industri film seharusnya mendapat keuntungan dari film tersebut, namun karena banyak masyarakat yang mengaskes situs illegal maka industri perfilman mengalami kerugian yang cukup besar.

Seperti kasus yang dialami oleh situs film bajakan IndoXXI dan 2.300 situs illegal lainnya yang diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (KOMINFO) yang bekerja sama dengan Video Coalition of Indonesia (VCI). Hasil dari pemblokiran ini adalah sekitar 55% perilaku menonton masyarakat Indonesia di situs illegal menurun dalam 10 bulan terakhir. Mereka juga melaporkan bahwa, situs download dan streaming bajakan mengalami penurunan sebesar 68% dari bulan Agustus 2019 sampai Juni 2020.

Mendownload film bajakan dari internet dapat dikategorikan sebagai penggandaan suatu ciptaan secara tidak sah yang dapat dikenakan pidana berdasarkan Pasal 113 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1 miliar. Banyak oknum-oknum penonoton film bajakan malas untuk membayar bulanan untuk film yang legal atau membeli film yang sudah berlisensi dan bisa juga sebagai alat komersil oleh pembajak untuk meraup keuntungan. maka akan dipidana dengan penjara selama 10 tahun dan denda Rp. 10 miliar. Masih banyak orang yang melakukan dan tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya melanggar hak pemegang Hak Cipta. Kesadaran hukum masyarakat tentang hak cipta masih rendah sehingga upaya perlindungan dan penegakan hukum tidak berjalan dengan maksimal di Indonesia.

Lalu apa yang harus dilakukan?

Tentunya masyarakat harus mendukung dan mengapresiasi setiap film dengan cara menonton melalui situs resmi dan tidak illegal. Bisa juga bersama-sama untuk berperan aktif mengedukasi masyarakat lainnya tentang bahaya film bajakan dengan melalui platfrom media sosial. Serta bagi pelaku film dapat mengklaim dan melaporkan situs illegal tersebut kepada pihak berwajib. Selanjutnya Kominfo dapat memblokir situs-situs illegal yang merugikan tersebut. Sehingga dibutuhkan kerja sama yang kuat antara berbagai pihak agar situs illegal dapat segera diatasi.

*Penulis adalah Mahasiswi Universitas Pamulang

*Segala bentuk isi tulisan menjadi tanggung jawab penulis

Comment