Opini

Sabtu 18 September 2021 | 22:40 WIB

Laporan: Adhitya Putri Pratiwi

OPTIMALISASI AKUNTABILITAS UMKM INDONESIA MELALUI SAK EMKM

Adhitya Putri Pratiwi, SST.Pa., M.M. Mahasiswi Program Studi Pascasarjana Jurusan Akuntansi Universitas Pamulang

UMKM diatur melalui Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Ciri umum UMKM yang diatur dalam Undang Undang tersebut diantaranya adalah jenis komiditi yang dapat berubah sewaktu-waktu, tempat usaha berpindah-pindah, dan belum menerapkan sistem administrasi yang baik terutama dalam masalah keuangan usaha. Eksistensi UMKM harus terus didukung guna dapat memperluas kesempatan usaha dan lapangan pekerjaan, mengingat UMKM merupakan kegiatan ekonomi yang dijalani oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Salah satu hal yang dapat mendukung eksistensi tersebut adalah dengan adanya laporan keuangan yang mumpuni, dimana hal tersebut menjadi sebuah proses yang sulit dilakukan oleh para pelaku UMKM mengingat adanya keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan akuntansi yang baik.

Penyusunan laporan keuangan memang tidak menjadi sebuah keharusan bagi para pelaku UMKM, namun pelaku UMKM diharapkan dapat menyadari besarnya manfaat yang akan diperoleh dari penyusunan laporan keuangan tersebut, dimana apabila pelaku UMKM memiliki pencatatan keuangan yang baik diharapkan dapat membantu usaha kecil tersebut dalam melakukan pengambilan keputusan yang tepat demi keberlangsungan usahanya serta dapat mempermudah dalam memperoleh modal dari kreditur. Dalam jurnalnya, Baas dan Schrooten (2006) menyebutkan bahwa hampir di seluruh dunia UMKM mengalami kesulitan dalam mendapatkan kredit perbankan. Untuk itu, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) selaku organisasi profesi yang juga merupakan badan penyusun Standar Akuntansi Keuangan (SAK) melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) menyusun standar yang sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh UMKM. Hal tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pelapor keuangan yakni entitas mikro, kecil dan menengah. Menurut IAI (2017), SAK EMKM diharapkan dapat membantu sekita 62.9 juta pelaku UMKM di Indonesia dalam menyusun laporan keuangannya tanpa harus terjebak dalam kerumitan standar akuntansi keuangan yang berlaku saat ini. SAK EMKM dimunculkan untuk digunakan oleh entitas yang belum mampu memenuhi persyaratan dalam Akuntansi yang diatur dalam SAK ETAP. SAK EMKM menjelaskan bahwa setidaknya ada tiga komponen dalam penyusunan laporan keuangan pertama., laporan posisi keuangan, kedua., laporan laba rugi dan ketiga catatan atas laporan keuangan. Walaupun SAK EMKM ini disusun dengan sangat ringkas dan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan para pelaku UMKM, namun kehadiran standar ini belum sepenuhnya diterima oleh UMKM. SAK EMKM dianggap masih memberatkan pelaku usaha kecil dan menengah. Selain karena kurangnya pengetahuan para pelaku UMKM terkait dengan Akuntansi, para pelaku UMKM juga belum memahami pentingnya pencatatan keuangan demi keberlangsungan usahanya. Pelaku UMKM hanya berfokus pada selisih harga beli dan harga jual yang dianggap merupakan keuntungan usahanya, pelaku UMKM juga tidak memisahkan keuangan usaha dan keuangan pribadi sehingga hal inilah yang menjadi penghambat dalam melakukan pencatatan yang baik dan sesuai standar. Hal tersebut sejalan dengan konsep entitas bisnis dan kesatuan usaha yang diungkapkan dalam SAK EMKM, dimana dalam akuntansi konsep entitas bisnis dan kesatuan usaha menjadi hal penting yang bertujuan agar perusahaan tidak mencampuradukkan keuangan perusahaan dan keuangan direktur utama, karyawan maupun pemilknya. Konsep entitas bisnis ini kemudian menjadi asumsi dasar dalam penyusunan laporan keuangan yang sejalan dengan SAK EMKM. Bagi para pelaku UMKM yang baru ingin mencoba menyusun laporan keuangan secara profesional, maka SAK EMKM dapat dijadikan acuan dalam penyusunannya.

*penulis adalah Mahasiswa S2 Akuntansi Universitas Pamulang

*segala bentuk isi tulisan menjadi tanggung jawab penulis

Comment