Opini

Kamis 20 Oktober 2016 | 17:18 WIB

Laporan: Annida

Situasi Trade of Balance Indonesia Memanas

Annida adalah Mahasiswa Program Studi Manajemen FEB-UHAMKA

Secara sederhana trade balance atu neraca perdagangan adalah nilai keseluruhan ekspor suatu negara dikurangi dengan nilai keseluruhan impornya. Kondisi neraca perdagangan dengan posisi surplus akan meningkatkan pendapatan negara.

Negara yang mengalami surplus pada neraca perdagangannya tanda ekonominya dalam keadaan sehat. Kondisi sehat tersebut tidak terlepas dari peningkatakan produksi dan investasi.

Permintaan impor mempengaruhi arus neraca perdagangan. Semakin konsumtif pada pemakaian barang impor membuat produk dalam negeri kurang diminati. Konsumen domestik menjadi aset berharga negara yang harus dilindungi dari pemakaian barang impor yang berlebihan. Impor bahan baku pangan seperti beras, sangat merugikan petani dalam negeri untuk keberlangsungan hidupnya serta berdampak mengurangi cadangan devisa dan ketergantungan terhadap pangan luar negeri.

Untuk kondisi ekspor di Indonesia, sering terjadi fluktuasi yang berpengaruhi pada neraca perdagangan. Pentingnya peningkatakan ekspor mempercepat laju pertumbuhan perdagangan luar negeri dan meningkatkan daya saing pelaku bisnis baik industri kecil maupun industri besar.

Pengusaha juga harus memanfaatkan kondisi ekonomi global yang berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Perubahan nilai tukar juga mempengaruhi neraca perdagangan pada penanaman modal asing. Neraca perdagangan tekor akibat rasio jumlah investor asing disektor portofolio dan investasi langsung masih timpang. Ditambah lagi meningkatnya pembayaran pendapatan investasi portofolio asing dalam bentuk dividen serta pembayaran bunga pinjaman luar negeri untuk kebutuhan dolar Amerika Serikat meningkat.


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) neraca perdagangan dan transaksi berjalan Indonesia sepanjang 2016 mengalami defisit. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) periode Januari-Juli terjadi defisit  pada neraca perdagangan US$ 3,09 miliar atau sekitar Rp 46 triliun.  Permintaan impor barang meningkat lebih besar dibanding hasil ekspor membuat neraca perdagangan nasional mencatat defisit dalam lima bulan sepanjang tahun ini.

Impor disini mencerminkan bahwa konsumsi domestik sangat tinggi akan bahan baku. Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan selama ini mendorong kenaikan konsumsi BBM domestik yang berdampak pada kebutuhan impor BBM yang tinggi.

Pada saat yang sama, sumur minyak yang semakin tua dan kurang produktif. Peningkatan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi disertai dengan kenaikan harga minyak mentah dan kondisi terus melemahnya nilai tukar, antara lain menjadi latar belakang kebijakan penyesuaian BBM bersubsidi di dalam negeri.

Transaksi berjalan Indonesia juga mengalami defisit sebesar US $ 13,75 miliar setara Rp 205 triliun. Terjadinya defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan juga dikarenakan kondisi nilai tukar Indonesia yang terdepresiasi mencapai lebih dari Rp 14.000 per 1 dolar Amerika Serikat.

Selain dari devisa hasil ekspor berkurang, eksportir juga enggan sekali untuk melepaskan dolar AS yang mereka miliki.

Annida adalah Mahasiswa Program Studi Manajemen FEB-UHAMKA

Comment