Opini

Minggu 02 Februari 2025 | 18:42 WIB

Laporan: Yasir Mubarok, S.S., M.Hum.

Filosofi Semar dalam Kaitannya dengan Kehidupan Modern

Dokumentasi Pribadi

Dalam budaya Jawa, Semar merupakan tokoh utama kelompok Punakawan, yang terdiri dari para pelayan setia yang mendampingi para kesatria (misalnya, Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa) dalam pewayangan. Meskipun berstatus sebagai pelayan, mereka memiliki peran yang jauh lebih penting- sebagai penasihat, penjaga keseimbangan, dan perwujudan kebijaksanaan sejati.

Semar dikenal sebagai “Kawula Pinandhita”. Semar merupakan representasi kesempurnaan hidup, yang meliputi pengabdian sebagai orang biasa (kawula) dan kebijaksanaan spiritual seorang pendeta (pinandhita). Tokoh ini menunjukkan bahwa kebijaksanaan sejati tidak hanya berasal dari orang-orang berpangkat tinggi, tetapi juga dapat berasal dari mereka yang hidup sederhana, memiliki hubungan dekat dengan rakyat, dan memiliki wawasan yang mendalam. Semar bukanlah seorang raja atau ksatria, melainkan orang biasa. Sifatnya yang bersahaja menggambarkan kehidupan yang bermakna, yang menggambarkan bahwa seseorang tidak perlu menjadi penguasa untuk memberikan pengaruh yang substansial. Mirip dengan Semar, seorang pemimpin sejati sering kali bertindak tanpa diketahui, tanpa mencari pengakuan.

Hal ini juga menunjukkan bahwa seorang pemimpin yang baik harus dekat dengan rakyatnya dan secara aktif mendengarkan kekhawatiran mereka. Kekuasaan tanpa kebijaksanaan dapat mengakibatkan konsekuensi yang merugikan, sementara kebijaksanaan tanpa kekuasaan mungkin memiliki pengaruh yang sedikit. Ajaran Semar menekankan bahwa nilai kehidupan melampaui kekayaan materi atau status sosial, sebaliknya berfokus pada kapasitas i seseorang bisa bermanfaat bagi orang lain.

Semar dikenal sebagai Dewa Kamanungsan – inkarnasi atau jelmaan dewa yang hidup sebagai rakyat biasa, tetapi memiliki kebijaksanaan yang melampaui para ksatria. Semar, yang menjelma sebagai makhluk ilahi tetapi hidup sebagai orang biasa, mencontohkan bahwa kebijaksanaan dan kekuatan sejati tidak selalu berasal dari penampilan luar, melainkan dari kedalaman jiwa seseorang. Semar menempati posisi yang sangat penting dalam pewayangan Jawa, menunjukkan kebijaksanaan dan pengaruh yang lebih besar daripada tokoh-tokoh ksatria seperti Arjuna atau Bima. Perlu dicatat bahwa kebijaksanaan tidak selalu diakui oleh rakyat seperti keberanian yang ditunjukkan di medan perang. Semar dicirikan oleh kehalusannya – Semar memimpin tanpa tampak seperti pemimpin; ia membimbing tanpa memaksa. Meskipun memiliki kesaktian luar biasa (ia digambarkan sebagai inkarnasi Batara Ismaya), Semar secara konsisten mempertahankan sikap rendah hati.

Dalam budaya Jawa, sosok Semar dilambangkan sebagai “kawruh sejati” (ilmu sejati) yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang cenderung merenungkan hidup dengan kebijaksanaan. Sementara Arjuna dan Bima lebih mudah diidolakan karena penampilan fisik dan keberanian mereka, Semar menanamkan nilai-nilai kesabaran, keseimbangan, dan kebijaksanaan, yang lebih sulit bagi banyak orang untuk dipahami. Meskipun tidak selalu menjadi aktor utama, ajaran dan kebijaksanaan Semar lebih relevan dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan cerita kepahlawanan kesatria di medan perang. Semar tidak bergelimang kekayaan materi atau kekuasaan; namun, nasihatnya lebih berharga daripada emas. Ia mewakili keseimbangan antara humor dan keseriusan, serta antara alam duniawi dan alam metafisik.

Semar, tokoh bijak dalam pewayangan Jawa, menyampaikan pesan “Mbergegeg Ugeg-Ugeg, Hmel-Hmel, Sak Ndulit Langgeng” (Seberapa pun kecilnya usaha, tetap lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa).

“Mbergegeg” yang berarti lebih baik usaha. Filosofi ini mengajarkan bahwa lebih baik terus berusaha dan berikhtiar daripada hanya berpangku tangan. Mereka yang terus berusaha akan lebih mungkin meraih keberhasilan daripada mereka ang hanya menunggu.  

“Ugeg-Ugeg” dimaknai diam. Diam tidak akan menghasilkan apa-apa, sementara pergerakan sekecil apa pun bisa membawa perubahan positif. Filosofi ini relate baik dalam bisnis maupun kehidupan sosial; keberhasilan hanya datang kepada mereka yang mau bergerak dan mengambil peluang.

“Hmel-Hmel” memiliki arti lebih baik memilih mencari rezeki. Tidak masalah jika rezeki datang sedikit demi sedikit, yang penting tetap ada usaha. Filosofi ini mengajarkan kita untuk tidak takut memulai dari kecil, arena usaha yang konsisten akan membuahkan hasil.  

“Sak Ndulit” memiliki makna meski hasilnya seadanya. Tidak semua usaha langsung membuahkan hasil besar, tetapi sedikit demi sedikit tetap berarti. Filosofi ini mengajarkan bahwa meskipun sedikit, lebih berarti daripada banyak yang didapat dengan cara instan dan tidak benar. Filosofi ini senarai dengan “Atomic Habits” karya James Clear, yang mengajarkan bagaimana perubahan kecil (atomic) dalam kebiasaan sehari-hari dapat menghasilkan perubahan besar dalam hidup. Perubahan kecil ini mungkin tidak terlihat dalam jangka pendek; namun, perubahan tersebut akan terlihat luar biasa dalam jangka panjang seperti konsep bola salju (snowball effect).

“Langgeng” memiliki makna akan menghasilkan kepuasan yang langgeng. Apa yang diperoleh dengan usaha dan ketulusan akan bertahan lama. Filosofi ini mengajarkan kita misal uang dan kesuksesan bisa datang dan pergi, tetapi kepuasan batin dan ketenangan hati dari kerja keras akan bertahan selamanya. Kebiasaan baik saling terhubung pun kebiasaan buruk juga saling terhubung. Fokus pada proses kerja yang konsisten, bukan hanya hasil instan. Misal kebiasaan membaca 10 menit sehari bisa membuat Anda lebih pintar daripada tidak membaca sama sekali atau menulis satu paragraf setiap hari bisa membuat Anda menyelesaikan sebuah buku dalam beberapa bulan. Mulailah dengan satu kebiasaan kecil yang bisa memicu perubahan positif ‘langgeng’ lainnya.

Dari filosofi “Mbergegeg Ugeg-Ugeg, Hmel-Hmel, Sak Ndulit Langgeng”, Semar mengajarkan bahwa lebih baik bergerak daripada diam; lebih baik bekerja dan berusaha daripada hanya berharap; hasil kecil pun lebih baik daripada tidak ada sama sekali; rezeki atau sesuatu yang diperoleh dengan usaha halal atau konsisten akan membawa keberkahan yang langgeng. Filosofi ini sangat relevan dalam kehidupan modern, terutama dalam bisnis, sosial, dan karier. Jangan takut memulai dari nol, karena setiap langkah kecil yang kita ambil bisa membawa keberhasilan yang berkelanjutan.

Comment