Pencerah

Rabu 11 Maret 2015 | 20:53 WIB

Laporan: Maruf

Halim Kalla: Konsisten di Jalur Bisnis

halim kalla

Visione - Halim Kalla memilih untuk konsentrasi mengurusi bisnisnya dan memberi kesempatan pada kader lain sebelum menjadi politisi. Halim Kalla dikenal sebagai pebisnis yang piawai melihat peluang pasar. Bahkan, meski pernah dihajar badai krisis moneter 1998, bisnis yang dibangunnya tetap dapat bertahan. Pada tahun 2006, pria asal Ujung Pandang, Sulawesi Selatan ini menjadi pengusaha satu-satunya yang berani memperkenalkan Digital Cinema System (DCS) di Indonesia, revolusi teknologi dalam pembuatan, peredaran, dan penayangan film di bioskop. Fokus dalam bisnis, itulah yang menjadi sangat penting baginya.

Kesuksesan dan kepiawaian dalam dunia bisnis inilah yang kemudian motivasi Halim Kalla untuk terjun ke pentas politik nasional. Bagi adik dari Jusuf Kalla ini, apa pun yang menjadi hambatan bisa menjadi pelajaran. Dan untuk itu, Halim Kalla memilih untuk untuk berjuang di tingkat legislatif agar kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan.

Saat dinyatakan lolos sebagai anggota legislatif pada tahun 2009, Hallim Kalla yang diusung Partai Golkar ini langsung mendapat kepercayaan untuk menempati Komisi VII DPR-RI membidangi Riset, Lingkungan Hidup, Teknologi, dan Energi Sumber Daya Mineral.

Bagi Halim Kalla, persoalan tata kelola energi di Indonesia dimulai dari Dewan Energi Nasional dan Presidennya. Dewan Energi menurutnya telah gagal dalam memberikan kebijakan energi nasional yang berpihak kepada rakyat, sehingga menjadi tidak jelas antara gas untuk siapa? Dam BBM untuk siapa?

Halim Kalla juga mengkritik kinerja Dewan Energi Nasional yang semakin hari semakin mengendur. Pengenduran kinerja ini misalnya bisa dilihat dari tidak pernah dilakukannya rapat antara DEN dengan komisi VII DPR.

Bila dilihat secara keseluruhan, menurut Halim Kalla, Riset-teknologi, lingkungan maupun energi di Indonesia masih memiliki banyak persoalan yang mesti diselesaikan secara mendesak. Mengingat ke depan, ada tantangan yang lebih besar, seperti ancaman krisis energi maupun perdagangan bebas ASEAN di tahun 2015. Namun, Halim Kalla memilih untuk mengundurkan diri dan tidak meneruskan aktivitasnya di dunia politik. Beliau memilih untuk konsentrasi mengurusi bisnisnya dan memberi kesempatan pada kader lainnya. [Mrf]

Comment