Opini

Selasa 01 September 2020 | 19:42 WIB

Laporan: Dr. Tri Pujiati, S.S., M.M., M.Hum.

Pentingnya Pemarkah Kesantunan Berbahasa dalam Percakapan WhatsApp

Dr. Tri Pujiati, S.S., M.M., M.Hum.

WhatsApp merupakan salah satu media sosial yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia baik di pedesaan maupun perkotaan. Aplikasi ini mampu menggantikan fungsi SMS serta BBM yang dulunya booming dan banyak dipakai dalam kegiatan berkomunikasi. Perkembangan teknologi mampu mengantarkan manusia terhubung secara cepat dengan orang lain tanpa mengenal batas-batas Negara dimana pun dan kapan pun. WhatsApp yang selanjutnya disingkat (WA) menjadi salah satu media komunikasi yang paling efektif dan memiliki fitur yang menarik sehingga lebih banyak dipilih dibandingkan alat komunikasi lainnya.

WhatsApp sebagai media sosial dapat dijadikan sebagai alat komunikasi secara lisan maupun non lisan. Penggunaan vitur Video Call serta WhatsApp phone bisa dimanfaatkan oleh pengguna untuk berkomunikasi secara langsung melalui komunikasi lisan. Pada layanan Video Call atau VC lebih sering digunakan oleh pengguna jika ingin berkomunikasi dengan bertatap muka secara langsung dengan petutur sehingga lebih menarik dan bisa mengobati rindu dengan orang yang kita ajak berbicara.

Tidak hanya itu, penggunaan bahasa dalam layanan WhatsApp dapat dilakukan melalui fitur status. Pada fitur ini seringkali penutur bahasa menggunakan salah satu fungsi bahasa yaitu fungsi ekspresif untuk mengungkapkan ekspresi mereka tentang sesuatu sesuai dengan kondisi yang terjadi dalam kehidupan mereka. Fitur ini dapat dimanfaatkan oleh penutur bahasa untuk mengekspresikan gagasan atau ide terkait sesuatu yang dirasakan oleh penutur bahasa sehingga apa yang diekspresikan atau ditulis di dalam status dapat dilihat dan dikomentari oleh pembaca status tersebut. Jadi jelas sekali bahwa terdapat pemakaian fungsi bahasa yang diterapkan dalam aplikasi media sosial ini.

Artikel ini secara fokus mengungkap pentingnya pemarkah kesantunan berbahasa yang seringkali dilupakan oleh generasi zaman milenial saat ini. Kesantunan berbahasa mencerminkan kepribadian dari masyarakat bahasa tersebut sehingga pematuhan terhadap prinsip kesantunan berbahasa ini akan memberikan dampak yang baik dalam hal komunikasi terutama pada saat berkomunikasi antara penutur dan petutur yang memiliki usia lebih tua dibandingkan. Petutur (pt) dalam hal ini adalah pihak yang menerima pesan melalui media sosial WhatsApp (WA) dan penutur (pn) dalam hal ini adalah pihak yang memberikan pesan melalui media sosial WhatsApp (WA). Pemarkah kesantunan seringkali dilupakan karena mereka menganggap pt sebagai seorang teman sehingga ia tidak memperhatikan piranti kesantunan berbahasa. Hal ini tentunya memberikan dampak yang buruk dan akan menimbulkan masalah ketidaksantunan berbahasa dalam percakapan WA jika penggunaan piranti kesantunan berbahasa ini dilupakan oleh penutur ketika berbicara dengan petutur.

Saya ingin menyampaikan pandangan terkait dengan kelalaian dalam penggunaan piranti kesantunan berbahasa yang digunakan oleh mahasiswa yang bertindak sebagai penutur (pn) dan dosen yang bertindak sebagai petutur (pt). Pada masa pandemik Covid-19 seperti saat ini dapat dilihat bahwa pembelajaran dilakukan secara online dan begitupun dalam kegiatan akademik lainnya, misalnya pembimbingan skripsi atau revisi skripsi. Penggunaan media WA sebagai alat komunikasi sering digunakan oleh mahasiswa untuk berkomunikasi dengan dosen dan ini merupakan salah satu media sosial yang paling efektif karena baik dosen maupun mahasiswa menggunakan media tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Namun demikian, ada hal miris yang terkadang dilupakan oleh mahasiswa karena menganggap dosen yang memiliki usia lebih tua dan juga secara power maupun social distance jelas memiliki perbedaan yang sangat jauh sehingga seyogjanya mereka harus menggunakan piranti kesantunan berbahasa yang tepat dan tidak menganggap dosen seperti teman. Hal ini sangat penting digunakan pada saat berkomunikasi sehingga kesantunan berbahasa yang mereka gunakan dapat diterima dengan baik oleh dosen dan percakapan terjalin dengan lancar dan jelas. Berikut ringkasan terkait ketidaksantunan berbahasa yang ditunjukkan oleh mahasiswa melalui percakapan WA sehingga perlu untuk membiasakan diri dalam menggunakan piranti kesantunan berbahasa sesuai dengan konteks budaya yang dimiliki oleh petutur :

1. Penggunaan Kata Salam

Hal yang seringkali dilupakan pada saat berkomunikasi secara tertulis adalah penggunaan kata salam pembuka. Pembukaan salam seharusnya digunakan oleh penutur tatkala ingin berbicara dengan dosen yang secara social distance dan power memiliki kekuatan yang lebih serta usia yang lebih tua dari penutur sehingga wajib untuk menggunakan salam ketika membuka percakapan.

2. Penggunaan Pemarkah kesantunan “Mohon Maaf”

Penggunaan permohonan maaf seringkali dilupakan oleh mahasiswa dalam memulai percakapan WA. Strategi ini harusnya digunakan oleh penutur ketika berbicara dengan petutur yang usianya lebih tua. Mengapa ini penting? Hal ini pemting karena tidak semua orang mau diajak berkomunikasi, jadi kalau penutur menggunakan kata “maaf” maka petutur akan merasa dihargai sehingga nantinya ia akan menjawab pertanyaan yang diajukan dalam percakapan WA.

3. Penggunaan Sapaan

Sapaan merupakan hal yang seringkali dilupakan dalam percakapan WA. Dalam konteks percakapan antara mahsiswa dan dosen, maka mahasiswa perlu menggunakan kata sapaan yang santun dan sesuai dengan konteks budaya Indonesia. Misalnya penggunaan kata Bapak (diikuti nama dosen). Jangan menggunakan kata sapaan yang tidak santun karena akan menyinggung perasaan dosen sehingga berdampak pada gagalnya komunikasi percakapan tersebut.

4. Perkenalkan diri

Hal yang setingkali luput dari percakapan WA adalah memperkenalkan diri. Ketiadaan dari adanya perkenalan diri akan mengakibatkan petutur malas untuk menanggapi obrolan, hal ini terjadi karena mahasiswa yang diajar oleh dosen sangat banyak sehingga identitas pribadi sangat penting dalam memulai percakapan melalui WA.

5. Penggunaan Singkatan

Penggunaan singkatan dalam percakapan WA dengan dosen seringkali terjadi dan ini yang menimbulkan ketidaksantunan berbahasa. Penggunaan singkatan terkadang membuat salah penafsiran karena banyak bahasa gaul yang ada saat ini dan terkadang membingungkan petutur. Oleh karena itu, perlu adanya penggunaan kalimat yang lengkap dalam bertutur dengan dosen.

6. Penggunaan Bahasa “Bertele Tele”

Penggunaan bahasa yang muter-muter dan tidak jelas seringkali ditunjukkan oleh mahsiswa sehingga membingungkan dosen sebagai petutur. Oleh karena itu, mahasiswa harus bisa memahami salah satu fungsi berbahasa yang bersifat komunikasf dan informatif sehingga dalam percakapan tersebut jelas dan bisa dipahami dengan baik oleh petutur.

7. Jangan menggunakan tuturan “Direktif”

Tuturan direktif sering ditunjukkan oleh mahasiswa ketika ingin bertemu dengan dosen melalui WA. Misalnya penggunaan direktif, saya sudah ada di kampus, saya menunggu Bapak. Pada tuturan tersebut seolah-olah penutur sudah menunggu dosen dan harus saat itu juga ditemui. Sebagai upaya untuk menjaga kesantunan berbahasa tersebut, gunakan pemarkah kesantunan dengan menggunakan kalimat tanya dengan menanyakan kesediaan dosen tersebut untuk bisa ditemui atau tidak. Jangan pernah melakukan pemaksaan atau terkesan menyuruh dosen karena akan mengakibatkan ketidaksantunan berbahasa.

8. Penggunaan Salam Penutup

Jika tadi sudah membuka dengan salam, maka untuk menunjukkan kesantunan berbahasa maka perlu adanya salam penutup pada bagian akhir sebuah percakapan sehingga lebih santun dan komunikasi berjalan dengan baik.

Beberapa hal di atas seringkali dilupakan oleh mahasiswa ketika berkomunikasi dengan dosen. Oleh karenanya, perlu adanya kesadaran dari mahasiswa untuk menggunakan bahasa yang santun dan memperhatikan penggunaan pemarkah kesantunan berbahasa sesuai dengan konteks dan budaya orang Indonesia sehingga komunikasi dapat berjalan lancar. Akhir kata, semoga artikel ini dapat bermanfaat sebagai upaya untuk menerapkan etika berkomunikasi dengan dosen sesuai dengan kultur budaya dan cara berbahasa orang Indonesia.

*) Penulis adalah Dosen Fakultas Sastra Universitas Pamulang 

Comment