Pencerah

Senin 09 Maret 2015 | 11:57 WIB

Laporan: Maruf

Anies Baswedan, Pendidik yang Kini Jadi Menteri Pendidikan

sumber foto: MO

Visione- Ramah dan selalu tersenyum. Dua kesan itulah yang niscaya didapat dari seorang Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan. Pria kelahiran Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969 ini menorehkan tinta emas sebagai intelektual muda nasional namun berprestasi global.

Tokoh Muda yang Mendunia

Kecemerlangan Anies Baswedan dikmulai sejak ia menjadi peserta AFS, Intercultural Programs yakni program pertukaran pelajar siswa Indonesia-Amerika, tahun 1987, sampai kemudian masuk sebagai tokoh intelektual muda Indonesia yang dapat mengubah dunia. Nama Anies  Baswedan berhasil masuk dalam daftar 100 intelektual Publik Dunia di Majalah Foreign Policy. Anies tercantum di majalah terbitan Amerika ini pada edisi April 2008. Dia merupakan satu-satunya orang Indonesia yang tercantum namanya pada maajalah Foreign Policy.

Anies berhasil mensejajarkan namanya bersama para intelektual muda kelas dunia di antaranya, Noam Chomsky, Al Gore (aktivis lingkungan/mantan Wakil Presiden AS), Francis Fukuyama (ilmuwan AS), Samuel Huntington, Vaclav Havel, Thomas Friedman, Bernard Lewis, Lee KuanYew (menteri mentor Singapura) dan pemenang Nobel perdamaian asal Bangladesh Muhammad Yunus.

Masuknya nama Anies dalam majalah Foreign Policy tentu saja dengan pertimbangan dan kriteria yang telah ditetapkan. Citra yang netral, adil, serta memiliki pandangan yang berimbang adalah standar yang ditetapkan oleh majalah Foreign Policy. Dan Anies dianggap sesuai dengan kriteria tersebut. Buktinya, Anies berhasil meraih kepercayaan luar biasa dari masyarakat luas, termasuk tokoh politik.

Selain itu, majalah Foreign Policy juga menetapkan, bahwa tingkat keberpengaruhan berdasarkan kriteria tersebut mesti melampaui batas negaranya. Selanjutnya dari kriteria yang ditetapkan tersebut majalah Foreign Policy menentukan komposisi berdasarkan wilayah, yang terdiri dari 36 dari Amerika Utara, 30 dari Eropa, 4 dari Amerika Latin, 11 dari Timur Tengah, 4 dari Afrika, 12 dari Asia, dan 3 dari Asia Tenggara dan Oseania.

Tak hanya itu pada April 2010 Anies juga terpilih sebagai salah satu dari 20 tokoh yang akan membawa perubahan dunia untuk 20 tahun mendatang versi majalah terbitan Jepang yang bernama Foresight. Dalam edisi khusus yang berjudul “20 Orang 20 Tahun”, Majalah Foresight menampilkan 20 tokoh yang diperkirakan akan menjadi perhatian dunia. Mereka akan berperan dalam perubahan dunia dua dekade mendatang. Nama Anies disematkan bersama 19 tokoh dunia lain seperti Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin, Presiden Venezuela Hugo Chavez, Menlu Inggris David Miliband, anggota Parlemen dan Sekjen Indian National Congress India Rahul Gandhi, serta politisi muda Partai Republik dan anggota House of Representative AS, Paul Ryan. Majalah terbitan Jepang itu menilai Anies akan cocok untuk memimpin Indonesia di massa mendatang.

Berasal dari keluarga yang sederhana, anak dari Rasyid Baswedan Rektor (Universitas Islam Indonesia) dan Aliyah Rasyid (guru besar di Universitas Negeri Yogyakarta), Anies tumbuh menjadi seorang yang hebat dan berprestasi saat ini. Sejak kecil Anies malah tidak pernah juara kelas, tetapi bakatnya memang sudah terlihat, saat kecil dia selalu proaktif terhadap berbagai hal dibandingkan teman-teman seusianya. Anies juga membentuk perkumpulan anak-anak muda di kampungnya yang diberi nama ‘Kelabang’ (Klub Anak Berkembang) pada usia yang relatif masih sangat muda yakni umur 7 tahun, dimana pada masa ini anak seusia itu sedang asik bermain. Tetapi, Anies jelas berbeda. Di usia tersebut dia sudah memikirkan sesuatu yang besar.

Bakat kepemimpinan Anies memang sudah terlihat sejak kecil. Dimana ia sudah dipercaya menjadi ketua kelas di SD Laboratori, salah satu SD negeri terbaik di Yogya. Di masa SMP dia dipercaya menjadi Ketua Seksi Pengabdian Masyarakat di sekolahnya SMP Negeri 5 Yogya. Anies selalu dipercaya oleh guru-gurunya untuk tampil mewakili sekolahnya waktu itu.

Hal yang lebih menakjubkan lagi ketika Anies duduk di bangku SMA, ketika dia baru tiga bulan duduk di bangku SMA Negeri 2 Yogya, Anies yang baru duduk di kelas satu SMA sudah dipercaya menjadi ketua OSIS SMA se-Indonesia. Mungkin kejadian itu sangat jarang terjadi di setiap sekolah di seluruh penjuru negeri ini. Kegemarannya membaca dan mempelajari bahasa Inggris membuat Anies berhasil terpilih menjadi peserta AFS, program pertukaran pelajar siswa Indonesia-Amerika, tahun 1987. Di masa SMA Anies juga sudah dikenal sebagai host Tanah Merdeka, acara andalan di TVRI Yogyakarta.

Karena terpilih sebagai peserta dalam program AFS. Anies mengikuti program pertukaran pelajar AFS Intercultural Programs, di Indonesia yang diselenggarakan oleh Bina Antarbudaya, selama satu tahun di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat (1987-1988). Anies terpaksa menjalani masa SMA selama 4 tahun pada (1985-1989).

Jiwa aktivis mengalir begitu deras dalam sekujur tubuh Anies Baswedan. Dia tumbuh menjadi pemuda aktif. Lulus dari SMA dia lalu melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Ekonomi UGM di tahun 1989. Jiwa pergerakannya mendapatkan saluran dalam pelampiasan dan lahan subur di kampus bergengsi di kota Yogya itu. Lalu Anies aktif di gerakan mahasiswa dan menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa UGM.

Banyak prestasi yang diraih Anies sewaktu menjadi mahasiswa UGM. Di antaranya Anies mendapatkan beasiswa Japan Airlines Foundation untuk mengikuti kuliah musim panas bidang Asian Studies di Universitas Sophia di Tokyo, Jepang. Anies juga melahirkan pemikiran-pemikiran hebat. Saat itu tahun 1992 universitas-universitas di Indonesia mulai diperkenalkan konsep senat mahasiswa oleh pemerintah Orde Baru. Kampus-kampus memandang konsep itu dengan perasaan skeptis dan ogah-ogahan. Anies tak takut senasib seperti KNPI yang menjadi corong dan perawat ide penguasa kala itu. Anies sebagai ketua senat UGM memberanikan diri jadi yang pertama menerima konsep itu dengan pemikiran-pemikirannya serta prespektif yang lain.

Dia sudah berpikir untuk memosisikan senat sebagai oposisi.  Kaum muda di tuntut  bersikap opisisi kritis. Gara-gara sikap itu senat menjadi lembaga yang tidak berjarak dengan aktivis yang teriak-teriak dan berdemo di jalan serta kelompok diskusi yang ada di Yogya. Dibawah kepemimpinan Anies UGM menjadi pionir yang membuat konsep senat yang akhirnya mau diterima universitas-universitas lain.  Pada massa itu senat yang mestinya menjadi alat kontrol pemerintah berubah format baru menjadi wahana pergerakan mahasiswa yang bersifat aktif dan kritis.

Satu lagi hasil pemikiran pria yang kini menjabat sebagai Rektor Universitas Paramadina ini sewaktu kuliah, Anies bahkan melahirkan konsep BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Konsep BEM pertama kali lahir di UGM di bawah kepemimipinan Anies.

Sebagai aktivis mahasiswa corak pergerakan suami dari  dengan Fery Farhati Ganis, S.Psi. M.Sc, agak sedikit berbeda, dia lebih menonjolkan perlawanannya dengan metode ilmiah seperti riset.  Pendek kata, anies lebih moderat sifatnya.

Setelah meraih gelar sarjananya tahun 1995, Mulailah Anies merintis karir intelektual-nya di jalur sekolah, Anies mendapatkan beasiswa Fulbright untuk pendidikan Master Bidang International Security and Economic Policy di Universitas Maryland, College Park. Berkat prestasi-prestasinya yang sangat gemilang, sewaktu kuliah, dia dianugerahi William P. Cole III Fellow di Maryland School of Public Policy, ICF Scholarship, dan ASEAN Student Award.

Di tahun 2005 dia Anies berhasil menyelesaikan pendidikan doktoralnya menggunakan jalur beasiswa universitas dengan syarat nilai yang sangat berat. Kesempatan itu dipenuhinya dengan penuh ketar-ketir meskipun Anies berhasil menuntaskan semuanya dengan baik. Anies menjadi peserta Gerald Maryanov Fellow di Departemen Ilmu Politik di Universitas Northern Illinois sehingga dapat menyelesaikan disertasinya tentang “Otonomi Daerah dan Pola Demokrasi di Indonesia.

Ditahun 2005 juga, Pulanglah Anies ke Indonesia. Saat itu di tanah air sedang ramai oleh kisruhkenaikan harga BBM. Seorang kolega intelektualnya yang juga seorang pengamat politik ternama Eep Saefullah Fatah memastikan tempat Anies boleh berkarir menjadi peneliti. Tinggallah Anies disana, sambil mencari rumah kontrakkan untuknya dan keluarganya. Itulah masa-masa perjuangan seorang Anies Baswedan dan keluarga di Jakarta.

Kiprahnya di Jakarta begitu hebat, selain berprofesi sebagai intelektual, Anies selalu mengisi kegiatan-kegiatan seminar pendidikan, keagamaan dan kebangsaan. Tak ayal melihat kiprahnya yang sedemikian hebat dia, dua tahun kepulangannya Anies langsung dicokol sebagai rektor universitas Paramadina. Sebuah universitas yang dibangun dengan modal warisan intelektual dan nama besar almarhum Nurcholis Madjid yang mendunia. Tak banyak orang menyangka Anies Baswedan akan bercokol di universitas tersebut.

Pada Pemilu 2009, Anies menjadi moderator dalam acara debat calon presiden 2009 yang ditayangkan salah satu satatsiun televisi swasta. Pada akhir 2009, Anies dipilih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadi anggota Tim-8 dalam kasus sangkaan pidana terhadap pimpinan KPK yaitu kasus Bibit dan Chandra. Anies yang bukan berlatar belakang hukum, dipilih menjadi Juru Bicara Tim-8.

Dengan segudang prestasi yang dimilikinya tak heran bila sekarang Anies dipercaya Presiden Jokowi untuk menempati pos Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kabinet Kerja yang dipimpinnya. Dengan seabreg pengalaman dalam bidang pendidikan dan terutama kesuksesannya menjalankan program Indonesia Mengajar, Anies pun optimis bila dirinya mampu memajukan dunia pendidikan Indonesia. Yang terpenting adalah, pendidikan harus dimulai oleh orang-orang yang memiliki kesadaran. Satu hal lagi, persoalan pendidikan bukan hanya masalah program semata tapi sebuah gerakan. (Mrf)

TAG BERITA

Comment